Partisipasi

Anda dapat berpartisipasi di blog Dunia Penuh Warna ini. Cukup kirim tulisan anda ke hill_me_marcopollo@yahoo.com atau hilmisetiawan@yahoo.com

Senin, 19 November 2007

Gagas Tim Evaluasi

TARIK ulur masalah KOPMA STAIN Jember, akhirnya sedikit menemukan titik terang. Pasalnya, hasil sidang yang dilaksanakan di ruang VVIP kemarin (19/11), memutuskan membentuk tim evaluasi.

Tim evaluasi ini terdiri dari, pimpinan (Sofyan Stauri), Pembina KOPMA (Chotib), Badan Legeslatif Mahasiswa (BLM), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan tim ahli, yang masing-masing diwakili dua orang. Serta tidak ketinggalan perwakilan dari Gerakan Peduli Mahasiswa (GPM) sebanyak 3 orang.

Tim yang terdiri dari 11 orang ini, bertugas untuk mengevaluasi KOPMA secara keseluruhan. “Kita tidak bisa memutuskan sesuatu tanpa ada landasan. Baik itu yang kelihatan di luar maupun di dalam,” jelas Chotib.

“Biar hasil dari evaluasi nanti menjadi acuan rekomendasi. Perkara KOPMA ingin ditutup, itu nanti setelah ada hasil evaluasi,” tambahnya.

Rencananya, tim evaluasi ini akan bekerja paling lama 2 bulan. Selama proses evaluasi berlangsung, sidang yang memakan waktu hampir 3 jam itu memutuskan, KOPMA untuk sementara menghentikan segala aktivitas usahanya. “langkah ini diambil guna melindungi barang-barang yang ada di KOPMA, supaya tidak lebih dan tidak kurang,” ujar Aminullah, selaku PK Akademik. (tell)

Gara-gara Virus !

ADA yang menarik ketika mengikuti pertemuan pembahasan KOPMA di ruang VVIP (19/11) kemarin. Saat semua peserta tegang dengan lemparan-lemparan pendapatnya, Ketua KOPMA malahan mengeluarkan pernyataan yang cukup menggelikan.

“Maaf, data laporan keuangan yang telah kami siapkan, hilang gara-gara komputer kami kena virus,” ungkap Nurhadi, sebagai ketua KOPMA.

Kontan saja, seluruh peserta pertemuan dibikin geer dengan pengakuan itu. “Sangat lucu, seharusnya kan sudah ada buku besar yang tidak perlu diketik,” sahut peserta lainnya.

Memang, saat pertemuan itu KOPMA terlihat tidak siap. “Seharusnya KOPMA menyiapkan bahan-bahan yang berkaitan dengan organisasinya,” tutur Sakur, KASUBAG Akademik Kemahasiswaan.

Tidak sampai disitu saja, PK III dan Pembina KOPMA juga belum mendapat laporan keuangan. Padahal sudah menjadi kesepakatan, jika setelah audiensi pertama, tanggal 30 Oktober kemarin, KOPMA wajib mengeluarkan laporan keuangan. (tell)

Selasa, 06 November 2007

Demo KOPMA Ricuh

RICUH – sekelompok mahasiswa yang menamakan dirinya GPM (Gerakan Peduli Mahasiswa), mendatangi gerai Koperasi Mahasiswa (KOPMA) STAIN Jember. Mereka sempat bersitegang dengan sekelompok mahasiswa lain.

“KOPMA itu siapa yang punya, KOPMA itu siapa yang punya, KOPMA itu siapa yang punya. Yang punya kita semua.” Seperti itu yel-yel yang disuarakan GPM di sekitar kampus STAIN Jember.

Sambil membentangkan tulisan-tulisan yang berisi beragam tuntutan. Puluhan mahasiswa yang menamakan dirinya Gerakan Peduli Mahasiswa (GPM), mendatangi gerai KOPMA (Koperasi Mahasiswa) dan kator akademik STAIN Jember, Selasa (6/11) kemarin.

Sayangnya, aksi unjuk aspirasi yang menuntut transparasi dana oleh pihak KOPMA ini, tercemar tindakan anarkis. Beberapa orang mahasiswa terlibat saling dorong dan beberapa yang lain terlihat menendangi pintu gerai KOPMA.

Pemicu tindakan anarkis ini sederhana. Ada seorang demonstran yang melihat mahasiswa lain membawa senjata tajam. Setelah dikonfirmasi ke pihak SATPAM, mereka membenarkan jika ada yang membawa senjata tajam. “Senjata tajam itu hanya sebuah cutter, itu pun akan digunakan untuk memotong hasil foto copy mahasiswa,” jelas seorang SATPAM saat ditemui di pos kerjanya.

Syukurlah, aksi anarkis itu tidak berlangsung lama dan meluas. Ditangani beberapa SATPAM, emosi demonstran segera bisa diredam.

Tidak puas hanya berorasi di depan gerai KOPMA, para demonstran akhirnya melanjutkan aksinya ke dalam kantor akademik.

Di hadapan beberapa pengurus KOPMA dan Hj. Tiitek Rohana (Pembantu Ketua Bidang Kemahasiswaan, pen), demonstran tetap menyuarakan tuntutan uatam mereka. Yaitu adanya transparasi dana di tubuh KOPMA. “Seluruh mahasiswa dikenai biaya Rp. 20.000,- oleh kampus. Namun untnuk masuk KOPMA ada syarat-syarat yang tidak proporsional,” ujar Taufik, selaku Korlap.

Menhadapi demonstran yang kian memadati lorong utama kantor akademik, Hj. Titiek Rohana tetap tenang. “Jangan menuduh tanpa bukti, setiap tahun laporan secara tertulis itu ada,” jelas bu titik, sapaan akrab Hj. Titiek Rohana, menenangkan massa.

Selang beberapa saat, bu titik meminta 10 orang perwakilan dari GPM dan 10 orang dari KOPMA, untuk diajak rembuk bareng di runag VIP. “Jika berbicara di sini (Kantor Akademik, pen), saya rasa tidak efektif,” tambah bu titik.

Dari pengakuan amar, salah satu anggota KOPMA di dalam ruang VIP, terungkap jika setiap tahunnya KOPMA STAIN Jember mandapat kucuran dana dari kampus sebesar 6 juta rupiah. “Untuk saat ini, pengeluaran KOPMA lebih besar dari pada pendapatan yang diperoleh. Kami bersedia membuat laporan tertulis dalam waktu 1 x 24 jam,” tambah Amar.

Selaku pembina KOPMA STAIN Jember, Chotib, memaparkan jika dana sebesar itu (6 juta, pen), sudah bisa menanggung segala kebutuhan di tubuh KOPMA sendiri. Ia juga mengatakan jika kinerja KOPMA sudah baik. Hanya saja perlu pembenahan di aspek menejemen dan keorganisasian.

Ironisnya lagi, sebagai seorang pembimbing, ia tidak pernah sekali pun menerima berkas laporan dari KOPMA. “Saya bingung harus mulai dari mana, karena saya tidak tahu jeroannya,” tambah Chotib.

Jumat, 02 November 2007

Tahu Gratis Selama Konferwil



Kepulan asap putih keluar dari sela-sela gorengan tahu, yang sudah mulai menguning.

MATAHARI mulai tergelincir ke arah barat. Riuh rendah peserta konferwil kian kentara. Hilir mudik orang-orang membuat suasana tambah meriah.

Beberapa meter setelah memasuki gerbang utama, seluruh undangan dimanjakan dengan gorengan tahu yang masih hangat. Semuanya gratis, tidak dipungut biaya sepeser pun.

"Yang pingin tahu tidak usah bayar," tutur pak Syaifudin (47) kepada setiap orang yang menyinggahi gerainya. KONFERWIL NU JATIM yang digelar di PONPES Zainul Hasan, Genggong, Probolinggo ini, membawa berkah bagi pak Udin, sapaan akrabnya.

Penuh berkah soalnya ia beserta istrinya, bu Sofiatun (45) diberi kepercayaan oleh Bupati Probolinggo, untuk menyambut dan melayani seluruh pengunjung yang datang di Konferwil kali ini.

Pengalaman kesehariannya sebagai penjual tahu, bapak 3 anak ini terlihat sigap mengangkat tahu-tahu dari penggorengan yang kelihtannya lebih besars dari pada penggorengan biasanya. Dibantu bu Tun, sapaan akrab istrinya, pak Udin berupaya memberikan pelayanan yang maksimal.

Pak udin di tuntut pak BUpati untuk menyediakan tahu selama tiga hari penuh. "Saya tidak kecewa meskipun harus meninggalkan pekerjaan saya sebagai pedagang tahu, toh saya tetap menggoreng tahu." tukas pria asal Kraksan ini penuh canda.


Akhirnya, tidak membutuhkan waktu lama menghabiskan ribuan tahu yang telah disiapkan. Tepat pukul 23.00, semua tahu telah ludes diserbu pengunjung yang memadati pelataran PONPES Zainul Hasan.

Pengalaman di Kota Mangga

SEPULUH menit menyusuri jalan selebar tiga meter dan dipenuhi warna-warni umbul-umbul iklan di sisi kanan dan kirinya, akhirnya aku beserta rombongan dari PCNU Jember tiba di Pondok Zainul Hasan, Genggong, Kecamatan Pajarukan, Kabupaten Probolinggo.

Setelah menyantap sebungkus nasi yang telah disiapkan panitia rombongan, aku segera keluar dari dalam bus. Aku sudah tidak sabar lagi untuk mengetahui semeriah apa gawean terbesar warga NU Jawa Timur ini.

Benar-benar tidak seperti yang saya bayangkan. Acara Konferensi Wilayah NU Jawa Timur yang bertajuk Kembali ke Khittah ini membuat saya tertegun untuk sejenak. Puluhan mobil-mobil mewah berjajar rapi di salah satu sisi jalan.

Agak jauh tempat parkir bus yang saya tumpangi dengan pintu utama menuju tempat utama. Namun, suasana ramai nan meriah tetap aku rasakan.

Meskipun rasa letih masih belum lepas dari tubuhku, langkahku tetap ringan melangkah untuk segera mengetahui semeriah apa di dalam area pusat.

Setelah melakukan pendaftaran untuk mendapatkan kartu izin masuk, aku akhirnya bisa menikmati kemeriahan acara yang dimulai pukul 13.00 ini.

Di bawah tenda putih yang dilengkapi kipas angin, peserta antusias mengikuti KONFERWIL. Di depan terpampang wajah dua tokoh NU tempo dulu. Foto Hasyim Azhari terpampang gagah meskipun hanya terlihat wajahnya saja.

Aku tidak peduli dengan orang-orang yang lalu lalang di depanku. Aku seakan terhipnotis dengan kata-kata yang keluar dari bibir Kyai Hasyim Muzadi. Selama ini aku hanya bisa melihatnya di layer kaca, sekarang aku bisa melihat dengan mata kapalu sendiri. Di hadapanku. hilmi

Pembukaan KONFERWIL Penuh Wejangan



MENJADI sebuah agenda terbesar warga NU Jawa TImur, Konferensi Wilayah (KONFERWIL) NU Jawa Timur menyedot banyak perhatian warga nahdliyin. Acara yang dipusatkan di Pondok Pesantren Zainul Hasan, Genggong, Kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo ini dijadwalkan berlangsung selama tiga hari (2-4/11).

KH. Hasan Mutawakil, selaku pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan, berkesempatan membuka acara KONFERWIL ini. Merangkap sebagai ketua panitia, KH. Hasan Mutawakil mengimbau siapa pun yang terpilih nanti, diharapkan mampu membesarkan eksistensi dan peran NU.

“Saat ini, NU perlu menyumbangkan pemikiran untuk bangsa dan Negara, serta melindungi bangsa dari aliran-aliran sesat, baik lokal maupun internasional.” ujarnya.

Lain dengan KH. Hasan, Ali Maschan lebih menyoroti permasalahan di dalam tubuh NU sendiri, utamanya posisi Islam. “Pada masa para wali dulu, Islam itu berperan menjadi noto ati (Menata Hati). Tetapi sekarang, Islam berubah menjadi noto negoro (Menata Negara).” tukas Ali maschan yang menjabat sebagai Ketua PWNU.

Selain masalah bergesernya fungsi Islam tadi, Kyai Maschan juga meresahkan munculnya konsep Khilafah yang berkembang baru-baru ini. Ia berpendapat jik akonsep Khilafah sudah menjadi tandingan NKRI. “Saat ini yang perlu di-Islamkan itu adalah orangnya, bukan bangsanya.” papar Kyai Maschan.

Terakhir, acara pembukaan KONFERWIL NU JATIM ini ditutup amanat Prof. DR. Hasyim Muzadi, dari PBNU. Beliau menegaskan jika NU Jawa Timur itu besar dan kuat. Tetapi besa pula problem yang ada di dalamnya. “Ini semua terjadi karena factor jumlah tidak diikuti menajemen organisasi. Hingga akhirnya warga NU berjalan sendiri-sendiri.” jelas Hasyim Muzadi.

Dari seluruh orang yang diberi kesempatan berbicara di acara pembukaan KONFERWIL ini, semuanya tidak lupun melontarkan wejangan kepada NU.

Rabu, 31 Oktober 2007

Tradisi Lebaran Ketupat di Pantai Paseban

Asyiknya Makan Ketupat di Pantai

BIBIR pantai masih sekitar dua kilometer lagi. Namun, suasana kemeriahan merayakan
Riyoyo Kupatan sudah menyambut saya. Puluhan pedangang kaki lima yang menjajakan makanan kecil, rokok serta pernak-pernik khas pantai, berjajar di sepanjang jalan.

Terlihat seakan kebal terpanggang terik matahari, saudagar musiman ini berusaha menjajakan jualannya ke setiap pengunjung yang datang. Senyum dan sapaan ramah selalu keluar dari bibir kering mereka.

Sayang anak, sayang anak!” Begitulah Paino (45) menyapa wisatawan yang ingin menghabiskan masa liburan di pantai Paseban. Sambil menghisap sebatang rokok dan memegan keranjang rotan yang dipenuhi berbagai jenis kerupuk, minuman ringan dan beraneka warna topi, bapak dua anak ini tanpa malu-malu mondar-mandir di tengah pengunjung yang lalu-lalang.

Bagi pria asli Lumajang, yang kesehariannya bekerja sebagai kuli bangunan ini, momentum Lebaran ia manfaatkan sebaik mungkin untuk memperbaiki pundi-pundi keuangannya. Rupiah demi rupiah hasil berdagang, ia kumpulkan untuk keperluan anak keduanya yang baru berusia sebulan.

Paino tidak sendirian, banyak paino-paino lain yang tidak mau meninggalkan kesepatan emas untuk meraup rezeki tahun ini. “Kali ini, pengunjung pantai banyak sekali!” ujar Lukman (25) dengan mimik sumringah. Benar, Lebaran tahun ini, orang yang mengunjungi pantai Paseban bertambah. Pasalnya, jalan menuju pantai yang terletak di Kecamatan Kencong ini telah diperbaiki, seluruhnya sudah diaspal.

Lain dengan Paino dan Lukman yang terpaksa berpanas-panasan di bawah terik matahari, Miswati dan keluarganya asik menikmati deburan ombak sambil berteduh di bawah gubuk beratapkan ijuk.

Ibu kelahiran 43 tahun silam ini mengajak seluruh keluarga besarnya ke pantai Paseban. “Tidak setiap waktu keluarga kami bisa ngumpul seperti ini.” jawab Miswati saat ditanya kenapa ia mengajak semua anggota keluarganya.

Merasa sudah puas menikmati indahnya pemandangan pantai, ia dan anak pertamanya menyiapkan makan siang. Piring yang dihisai bermacam motif bunga ia keluarkan dari dalam tas yang terbuat dari anyaman bambu. Sementara itu, putri bungsunya asik memotong ketupat yang telah disiapkan dari rumah. Dengan irisan mirip dadu, segera ketupat itu ditata rapi di atas piring yang telah disiapkan tadi.

“Aku tidak usah pakai sambal”, teriak anak kecil yang tiba-tiba lari menghampiri Miswati. Meskipun ketupat dan opor ayam telah dingin, anak kecil yang ternyata cucu Miswati menyantapnya dengan lahap. Tidak butuh waktu lama keluarga asal Yosowilangun, Lumajang ini menghabiskan seluruh perbekalan.

Semakin sore, pantai Paseban kian dipadati pengunjung yang datang dari berbagai Kecamatan di sekitar Kencong. Seperti dari Jombang dan Yosowilangun. Suasana ramai nan meriah tercermin dari setiap wajah pengunjung yang datang. (ilmi)

Kejar Setoran Buat Lebaran



Sengatan terik panas matahari, mereka akali dengan memasang anyaman bambu di atas kepala.

Sedikit memakai tenaga yang lebih besar, Pak Karto menarik setimba penuh adonan semen dengan pasir. Adonan itu tidak jelas warnanya, antara putih dengan hitam.

Memanfaatkan sebilah kayu yang dipasang menyilang, pria 44 tahun itu menarik pelan serta hati-hati timba tersebut dengan tangan berlu-muran semen yang sudah mulai mengering.

Di bawah, Pak Miskun asik menyiapkan campuran pasir dengan semen untuk sahabatnya di atas. Sambil menunggu Pak Karto melempar timba yang telah kosong, sesekali Pak Miskun berteduh di bawah atap yang ia buat sendiri dari kayu.

Memang waktu itu udara panas sekali. Tidak ada mendung sekecil pun di langit, tanpa warna-warni lain, langit tampak membiru.

Pak Karto dan Pak Miskun adalah dua orang kuli bangunan yang sedang merampungkan pengerjaan perbaikan rumah di Perum Milenia, Mangli, Kecamatan Kaliwates, Jember.

Rumah yang terletak di jalan Jumat itu sengaja diperbaiki sama yang punya, menjelang lebaran tiba.

Kedua sohib yang sudah bekerja bersama selama 5 tahun itu, tidak menampakkan tanda-tanda kelelahan. Idul Fitri yang segera menghampiri mereka, benar-benar memompa semangat mereka untuk cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan.

Jelas saja. Semakin cepat mereka selesai, semakin cepat pula lembaran-lembaran rupiah mereka kantongi.

Jika sudah begitu, impian anak-anak di rumah untuk memakai baju baru saat lebaran, segera terwujud.

“Sesekali terlintas di pikiran saya. Anak-anak memakai busana baru, saat lebaran,” tutur Pak Karto saat melepas lelah.

Sementara itu, Pak Miskun sudah tidak sabar lagi membelikan baju bergambar Power Ranger untuk anaknya. “Sejak awal Ramadhan kemarin, Didik, anak saya, merengek untuk segera dibelikan baju Power Ranger seperti teman-temannya,” kenang bapak dua anak ini.

Perseiapan mereka berdua menyambut Lebaran tahun ini, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. “Sekarang mas, bisa membelikan baju baru untuk anak saja sudah enak.” harap Pak Miskun.

Dari situ jelas muncul sebuah pertanyaan besar. Apakah ketika Lebaran nanti, meja-meja di rumah Pak Karto dan Pak Miskun ini kosong melompong? Berbeda dengan rumah kebanyakan orang, yang dipenuhi bermacam-macam jenis kue, dari ukuran yang terkecil hingga yang terbesar.

Mulai dari jajanan yang manis sampai gurih, jelas sudah disiapkan kebanyakan orang menjelang Idul Fitri tiba. Tapi ada sebagian dari kita, yang masih kebingungan, dari mana dapat uang untuk meramaikan meja di rumahnya nanti.(ilmi)

Tetap Bermusik Sampai Usia Puluhan



Jam dinding masih belum genap menunjukkan pukul 12 malam. Ketika irama musik Dangdut mulai didendangkan kelompok Patrol “Musik Karomah.”

Sayup-sayup lantunan Ayat Suci Al-Qur’an masih terdengar dari segala penjuru desa. Udara dingin baru saja menampakkan kekuatannya, dibarengi dengan embun malam yang tidak terlalu tebal, menyelimuti kelurahan Mangli.

Segera keheningan malam pecah. Sekelompok orang yang menamakan diri “Musik Karomah” bermain musik patrol di tengah malam.

Setiap Bulan Puasa tiba, mereka seakan tidak pernah lelah, membawakan lagu-lagu dangdut yang sedang popular saat ini. Mulai dari Kucing Garong sampai SMS, mereka bawakan dengan balutan irama kentongan yang khas.

“Musik Karomah ini usianya sudah puluhan tahun.” Tutur istri dari sang maestro kentongan.

“Suami saya sudah memainkan kentongan ini sejak anak saya masih gadis. Saat ini anak saya sudah berkeluarga”. Tambahnya.

Memanfaatkan gerobak yang mereka rakit dari besi. Gerombolan pemecah keheningan malam ini mulai berkelana menghibur orang-orang, yang pada malam itu sengaja tidak tidur.

Berberapa kentongan dengan berbagai ukuran dan jenis, mereka tata sedemikian rupa. Sehingga menimbulkan bunyi yang sangat beraturan. Ditambah dengan tiupan seruling bambu, membuat bingung orang yang mendengarnya dari dalam rumah.

Suara ini dari kentongan ataukah dari pengeras suara yang biasanya dibawa orang-orang menggunakan becak?

Benar-benar tipis perbedaan diantara keduanya. Suara Bass sampai Treble benar-benar terdengar dengan sempurna.

Setiap kali mereka menemukan tempat yang sekiranya banyak orang nongkrong. Personel dari Musik Karomah, yang terdiri dari 6 orang ini segera membentuk formasi.

Mereka melingkar di segala sisi gerobak. Tek, tek, tek. Ketukan tiga kali, kerap mereka jadikan aba-aba sebelum suguhan patrol dimulai.

Sebatang pukulan yang dibalut guntingan ban dalam bekas, menimbulkan suara yang menggema. Sedangkan pukulan yang hanya terbuat dari bambu kecil, memunculkan suara yang menghentak. Belum lagi tiupan seruling yang indah. Membuat mereka terlihat seperti orkestra profesional, seperti orkes pimpinan Erwin Gutawa.

Penabuh Musik Karomah ini, tidak mendapat imbalan apa-apa dari usahanya menghibur warga. Hampir sampai waktu sahur tiba, mereka mengelilingi kampung.

Satu tekad bulat di hati merka, “Kami ingin menghibur orang. Karena membuat orang terhibur adalah ibadah” ujar Hadi, si pemukul Kentongan.

Akhirnya, senyuman dan gelak tawa pun tetap ada di raut wajah mereka. Meskipun sudah lama mereka bergelut dengan suasana malam. Sekali menghibur, menghibur terus. Prinsip ini tertancap kuat di hati personel “Musik Hikmah”.(ilmi)

Merajut Silaturahmi


Sore itu benar-benar berbeda dari sore-sore sebelumnya. Terhitung 35 orang, dengan rincian, 20 perempuan dan 15 laki-laki, semuanya paruh baya. Memenuhi Auditorium STAIN Jember.

Kerudung warna-warni dengan motif bunga-bungaan yang sudah mulai kelihatan kumal, sewek dengan corak batik serta songkok-songkok yang mulai memudar warna hitamnya. Menunjukkan jika yang menghadiri undangan BEM STAIN itu dari golongan kurang mampu.

“Kami sangat mengharapkan adanya ikatan diantara kita. Memanfaatkan mo-men puasa ini, kita tidak bisa mening-galkan rasa sosial kita,” tutur Asnawan, selaku Presma (Presiden Mahasiswa, red) menyampaikan harapannya di depan selu-ruh undangan.

Sekat yang selama ini membatasi antara kampus dengan masyarakat, sore itu hilang. Tepuk riuh sesekali terdengar, baik itu dari tangan mahasiswa, dosen sampai penduduk yang hadir.

Sepucuk surat dengan sebuah kupon berwarna hijau, terlihat dipegang masing-masing undangan. Mereka harap-harap cemas dengan kupon itu. Meskipun tidak ada ungkapan yang jelas, tetap saja terlihat ada sebuah harapan, jika mereka akan memperoleh sesuatu.

Ya, minimal beberapa kilo Beras atau juga mungkin sarung. Entah, mereka itu benar-benar menyimak mauidoh hasanah dari Habib Muhdor atau tidak. Soalnya, ada dua tiga orang yang asik ngerumpi di belakang. Tetapi uniknya, ketika undangan yang ada di depan serentak tepuk tangan, mereka juga ikut tepuk tangan dengan serentak pula.

Suasana bertambah meriah ketika budug maghrib mulai terdengar. Mengikuti panggilan dari panitia, ibu-ibu dan bapak-bapak lengkap dengan kupon di tangannya, maju satu per satu.

Sebuah bungkusan berwarna hitam mereka terima. Pancaran wajah sumringah terlihat dari jauh maupun dekat. Seakan ingin cepat kembali ke rumah, mereka tidak ada waktu untuk sekedar mengetahui apa yang ada di dalam bukungkusan itu.

Bisa jadi, ini adalah limpahan rezeki yang Allah janjikan sering turun di Bulan Ramadhan.(ilmi)

Merajut Benang Kusut Pendidikan

“Seorang guru harus berhati bersih, berbuat dan bersikap yang terpuji” Imam Al-Ghazali

Pemerintah saat ini seakan disuguhi buah Simalakama. Jika dimakan ayah mati, sebaliknya ibu yang mati kalau tidak dimakan. Kebijakan sertifikasi guru yang diterpkan baru-baru ini, membuat guru-guru berlarian kesana-kemari untuk mencari berkas guna melengkapi persyaratan sertifikasi.

Dari satu sisi, kebijakan sertifikasi itu bisa menjadi acuan profesinalitas seorang guru. Namun di sisi lain, sertifikasi bisa menggaanggu jalannya proses pembelajaran serta rawan terjadi praktek manipulasi. Akhirnya, para guru menomorduakan mengajar, sertifikasi menjadi prioritas yang utama.

Kebijakan sertifikasi diambil pemerintah, untuk menjaga profesionalisme guru yang akhir-akhir ini mulai dipertanyakan eksistensinya oleh berbagai pihak. Fenomena lulusan pendidikan yang secara moral cenderung merosot dan kualitas intelektual akademik yang kurang siap memasuki dunia kerja, membuat profesinalisme seorang guru kian terjerembab di kubangan keprihatinan.

Berbicara masalah profesi, terdapat tiga petunjuk mengenainya. Pertama, setiap profesi dikembangkan untuk memberikan palayanan tertentu kepada masyarakat. Kedua, profesi bukanlah sekedar mata pencaharian atau bidang pekerjaan, tetapi harus benar-benar melakukan pengabdian. Ketiga, setiap profesi mempunyai kewajiban untuk menyempurnakan prosedur kerja yang mendasari pengabdiannya secara terus-menerus. Secara teknis, profesi tidak boleh berhenti, tidak boleh mandeg.

Jika guru profesional, muncul secercah harapan akan peningkatan mutu pendidikan. Pasalnya, dunia pendidikan merupakan proses interaksi antara guru (pendidik) dengan peserta didik (murid), untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. (Nata, 2003:135)

Sebenaranya tanpa ada setifikasi pun, guru bisa mendapatkan jiwa peofesionalitasnya. Asalkan terus berpegang pada akhlak dan kode etik yang sudah ada. Kode etik yang merupakan ketentuan atau aturan yang berkenan dengan tata susila. Sementara itu, sebagai perwujudan ekspresi jiwa yang tampak dalam perbuatan, guru semestinya mencerminkan akhlak yang mulia di kelas maupun di luar kelas.

M. Jawad Ridla dalam bukunya al-Fikr al-Tarbawiyyu al-Islamiyyu Muqodimat fi ushulih al-Ijtima’iyyati wal al-aqlaniyyati, menjelaskan berbagai prinsip kode etik pendidik, yaitu:

Pertama, keharusan ilmu dibarengi dengan pengamalannya. Seorang guru (muallim) wajib mengamalkan ilmu yang dimilikinya.

Kedua, berikap kasih sayang terhadap siswa, dan memperlakukan mereka seperti putra-putrinya sendiri.

Ketiga, menghindarkan diri dari ketamakan. Seorang guru seyogyanya menghindarkan diri dari ketamakan dan komersialisasi ilmu.

Keempat, bersikap toleran dan pemaaf serta wajib bersikap lapang dada terhadap murid-muridnya.

Kelima, menghargai kebenaran. Para guru adalah penyampai kebenaran, mereka dituntut menghargai ilmu dan komitmen menjaganya.

Keenam, keadilan dan keinsafan. Karenanya seorang guru harus berempati dan memiliki kesadaran pada saat mengadakan penelitian, melakukan pembicaar dan menyampaikan ilmu.

Ketujuh, rendah hati. Seorang guru hendaknya meninggalkan sikap keras kepala dan berlagak serba tahu.

Ramai membicarakan sertifikasi, kebutuhan peserta didik terlupakan. Peserta didik tidak begitu menuntut banyak. Mereka hanya membutuhkan adanya pemimpin berpengalaman yang bisa membantu ketika mereka menemukan lingkungan yang keras. Kebutuhan selanjutnya adalah mengharapkan bimbingan dalam mengarahkan di jalan menuju kemandirian yang bertanggung jawab.

Kebutuhan adanya pemimpin yang berpengalaman, menuntut kearifan yang didasarkan pada pengalaman dalam segala macam bentuk penjelajahan. Selanjutnya, kebutuhan bimbingan untuk mengarahkan ke jalan kemandirian, menuntut pengetahuan akan kegiatan belajar dan sumber-sumber daya dalam pendidikan.

Hemat saya, seorang guru harus mengembalikan peranannya sebagai teladan, pencipta peluang untuk berprakarsa dan memberikan dorongan. Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.

Memilih profesi sebagai guru, berarti telah mengetahui tanggung jawab yang wajib diemban. Sejalan dengan itu, kualitas diri menjadi taruhannya, berhasil atau tidak ada ditangan masing-masing.

Senin, 22 Oktober 2007

Selamat Jalan Temanku



Tiga tahun terakhir aku sudah tidak ingat lagi nama panjang temanku yang satu ini. Beberapa waktu yang lalu, aku beru teringat kembali, jika nama panjang temanku itu adalah Ike Zulaidah.
Ya, aku baru teringat sesaat setelah aku membaca sebuah nama yang terpahat rapi di sebuah batu nisan.
Aku merasa bersalah, tidak sepantasnya aku melupakan nama lengkap temanku yang sejak TK belajar bersamaku. memang , setelah lulus SMP, kami berpisah. Aku melanjutkan ke SMA, ia ke SMEA. Namun sekolah kami masih dalam satu kecamatan, yaitu Kecamatan Kencong.
Tetapi tetap saja, masa-masa kami menuntut ilmu bareng lebih lama ketimbang masa-masa kami berpisah. Empat tahun lamnya berpisah, tentu tidak dapat menghapus kenangan manis belajar bersama selama 11 tahun.
Senda-gurau, gelak-tawa khas anak-anak kerap kami lakukan, membuat aku, ia dan teman-temanku yang lain memiliki rasa kekluargaan yang erat sekali. Ditambah lagi dengan jumlah murid di sekolahanku yang tidak terlalu banyak, membuat rasa kekluargaan itu berjalan terus hingga kini.
Semua kenangan manis yang terukir di kepalaku saat ini menjadi tidak berarti apa-apa. Kenangan itu kini telah terkubur bersama jasad temanku yang telah terbujur kaku, mendahuluiku menghadap sang Khalik.
Kecelakaan tragis yang terjadi tepat satu minggu sebelum lebaran kemarin, telah merenggut nyawanya. Malam Minggu yang lazimnya menjadi malanya anak muda, menjadi malam pembawa maut.
Aku tidak habis pikir, sungguh mulia sekali niatannya keluar rumah waktu itu. Pada malam itu, ia pamit kepada kedua orang tuanya sambil membawa "jirigen" untuk membeli Bensin di SPBU Wonorejo, yang telah menjadi langganannya.
Tidak ada firasat aneh yang dirasakan bapak dan ibunya dirumah malam itu. "Yang saya ingat, malam itu ia memakai busana yang serba hitam", kenang sang ibu yang mulai tegar meskipun ia telah ditinggal anak semata wayangnya.
Ike Zulaidah. Kini ia telah pergi. Ia telah meniggalkan kami semua untuk selam-lamanya. Hanya sebuah papan kayu yang dirangkai menjadi sebuah rak untuk berjualan bensin, yang kamu tinggalkan bagi kami, temanmu. Itu pun belum genap dua bulan kamu dirikan. Namun, itu cukup untuk mengingatkan kami atas segala jasa-jasamu yang belum sempat kami balas.
Damailah dialammu, sahabat. Kami semua selalu berdo'a, semoga Allah mengampuni dosa-dosamu. serta kami juga berdo'a, semoga Allah mengampuni dosa kami padamu.
Selamat Jalan sahabat, namamu telah terpatri di hati kami.

Salut Buat Adikku

Hampir dapat aku pastikan, tidak ada setetes air mata pun yang keluar dari mata adikku waktu ia di Khittan kemarin.

Awalnya aku sempat ragu, tubuhnya yang kurus pasti akan sulit menhindari sakitya di Khittan.
Namun, keraguanku tadi hanya sebatas rasa sayang seorang kakak kepada adiknya. maklum saja, dulu aku juga pernah merasakan sakit yang luar biasa waktu disunat.
tanpa ada satu orang pun di dalam ruangan Khittan, adikku menjalani masa-masa yang paling mendebarkan dalam hidupnya sendirian.
Lain halnya dengan diriku dulu. Seingatku, butuh 2 orang dalam proses sunatanku. Satu orang menutup kedua mataku, dan satunya lagi memanggku tubuh beratku. andai saja adikku dulu melihat kakaknya waktu dikhittan, aku pantas malu dan adikku berhak berbangga diri.
Meskipun aku melihat dadanya yang berdegub kencang, adikku sama sekali tidak memjamkan matanya. Dengan jelas ia melihat peralatan dokter yang banyaknya satu ember.
Aku sempat kaget, kaget sekali ketika tubuh kecil adikku kejang. Aku sempat ikut merasakan kesakiatan yang ia derita. kesakitan yang luar biasa, resa perih yang diakibatkan kejatuhan pemanas yang memotong kemaluannya. ya, waktu itu aku lihat alat itu jatuh tepat di bawah pusar adikku.
Tetapi tetap saja, ia tidak menangis sedikit pun. sampai saat itu, aku tidak bisa lagi berkata-kata apa-apa. Tidak ada sebuah kata yang bisa aku berikan kepada adikku untuk menghargai keberaniannya. Aku hanya bisa mengatakan salut padanya. Kakak salut padamu, tetap sehat dan cepat sembuh ya?
Buat pembaca, aku mohon keikhlasannya mendoakan adikku yang sedang menjalani masa penyembuhan. Terima kasih.

Minggu, 16 September 2007

Hasil RAKERNAS SBMI


Seluruh aktivis buruh migran yang tergabung dalam Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) baru saja melaksanakan Rakernas di Jember, Kamis-Minggu (6-9/9).
Acara yang dipusatkan di BLKI (Balai Latihan Kerja Industri) ini, selain merumuskan agenda kerja SBMI setahun kedepan, SBMI juga melakukan evaluasi kerja. Mulai dari DPC (Dewan Pimpinan Cabang), DPW (Dewan Pimpinan Wilayah) sampai DPN (Dewan Pimpinan Nasional).
Di akhir acara, SBMI merumuskan sebuah pernyataan sikap yang secara tegas menuntut Pemerintahan Malaysia bertindak tegas terhadap majikan yang telah menganiaya PRT Migran asal Indonesia. serta tuntutan bagi pemerintah Indonesia sendiri untuk mengusut tuntas kasus kematian yang dialami beberapa TKI kita.
Selain tuntutan itu, SBMI juga meminta kepada negara tujuan pengiriman TKI, supaya memberi perlindungan yang baik, sehingga tidak ada lagi kekerasan yang dialami buruh migran Indonesia.

Kampanye SBMI (Serikat Buruh Migran Indonesia)







Kian marak aksi kekerasan yang dialami buruh migran asal Indonesia di Malaysia, membuat seluruh aktivis Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) geram.

Sebagai perwujudan sikap itu, SBMI melakukan kampanye stop kekerasan terhadap buruh migran. Kampanye yang secara khusus membidik Malaysia itu bertajuk "Malaysia Pelanggar HAM Berat".

Senin, 10 September 2007

Jurang Perbedaan

Kampus "Bagai menara gading", memang bukan pribahasa yang miskin pemaknaannya. Di saat kampusku melakukan hajatan besar dan lengkap dengan pesta poranya, yaitu penerimaan mahasiswa baru.



Di ujung jalan, wanita tua lengkap dengan baju kumalnya duduk melepas keletihannya. Tatapan kosong yang sedang mengarah ke anak-anak kampus yang lalu lalang di pinggirnya, membesitkan harapan, apakah seorang saja dari keturunan keluargaku nanti bisa menuntut ilmu seperti mereka?
Sudah saatnya kita berbenah, menata diri yang belum tertata ini. Mari kita ikut merasakan penderitaan dan harapan orang-orang di sekitar kita. Mereka tidak menuntut banya, tetapi mereka hanya menuntut sedikit perhatian dari kita.

Semangat Orang Kecil


Semangat bertahan hidup perlu kita pupuk sejak dini. Semakin umur bertambah, perjuangan kita untuk bertahan hidup dituntut semakin besar.

Kita, sebagai orang kecil, tidak bisa berpangku tangan dan melamun saja untuk bertahan hidup. Doa dan kerja keras perlu kita lakukan jika kita tidak ingin tertinggal dengan orang lain.
Ibarat pisau, semakin kita rajin mengasahnya, maka pisau kita tidak perlu diragukan lagi ketajamannya. Begitu pula dengan semangat kita, semakin kita sering mengasahnya, semangat kita kian tajam dan kuat.
Jika hanya kesulitan untuk mengeluarkan pendapat, semangat kita akan otomatis mencari jalan lain untuk "mengakalinya". Bahasa mudahnya, cara satu tidak bisa, masih ada cara lain yang menunggu giliran untuk kita gunakan.

Selasa, 04 September 2007

Harga gabah tidak kunjung naik


Mendekati Ramadhan, harga jual gabah dari petani tidak kunjung naik. Dari pantauan terakhir, harga gabah masih dikisaran Rp 2.300,- di tangan para tengkulak. Petani mulai cemas, kerena kebutuhan akan kian naik setelah Ramadhan tiba. Belum lagi ancaman kenaikan harga sembako di pasaran sudah mulai menghantui masyarakat di Jember.

Pembaca Kami