Partisipasi

Anda dapat berpartisipasi di blog Dunia Penuh Warna ini. Cukup kirim tulisan anda ke hill_me_marcopollo@yahoo.com atau hilmisetiawan@yahoo.com

Senin, 19 November 2007

Gagas Tim Evaluasi

TARIK ulur masalah KOPMA STAIN Jember, akhirnya sedikit menemukan titik terang. Pasalnya, hasil sidang yang dilaksanakan di ruang VVIP kemarin (19/11), memutuskan membentuk tim evaluasi.

Tim evaluasi ini terdiri dari, pimpinan (Sofyan Stauri), Pembina KOPMA (Chotib), Badan Legeslatif Mahasiswa (BLM), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan tim ahli, yang masing-masing diwakili dua orang. Serta tidak ketinggalan perwakilan dari Gerakan Peduli Mahasiswa (GPM) sebanyak 3 orang.

Tim yang terdiri dari 11 orang ini, bertugas untuk mengevaluasi KOPMA secara keseluruhan. “Kita tidak bisa memutuskan sesuatu tanpa ada landasan. Baik itu yang kelihatan di luar maupun di dalam,” jelas Chotib.

“Biar hasil dari evaluasi nanti menjadi acuan rekomendasi. Perkara KOPMA ingin ditutup, itu nanti setelah ada hasil evaluasi,” tambahnya.

Rencananya, tim evaluasi ini akan bekerja paling lama 2 bulan. Selama proses evaluasi berlangsung, sidang yang memakan waktu hampir 3 jam itu memutuskan, KOPMA untuk sementara menghentikan segala aktivitas usahanya. “langkah ini diambil guna melindungi barang-barang yang ada di KOPMA, supaya tidak lebih dan tidak kurang,” ujar Aminullah, selaku PK Akademik. (tell)

Gara-gara Virus !

ADA yang menarik ketika mengikuti pertemuan pembahasan KOPMA di ruang VVIP (19/11) kemarin. Saat semua peserta tegang dengan lemparan-lemparan pendapatnya, Ketua KOPMA malahan mengeluarkan pernyataan yang cukup menggelikan.

“Maaf, data laporan keuangan yang telah kami siapkan, hilang gara-gara komputer kami kena virus,” ungkap Nurhadi, sebagai ketua KOPMA.

Kontan saja, seluruh peserta pertemuan dibikin geer dengan pengakuan itu. “Sangat lucu, seharusnya kan sudah ada buku besar yang tidak perlu diketik,” sahut peserta lainnya.

Memang, saat pertemuan itu KOPMA terlihat tidak siap. “Seharusnya KOPMA menyiapkan bahan-bahan yang berkaitan dengan organisasinya,” tutur Sakur, KASUBAG Akademik Kemahasiswaan.

Tidak sampai disitu saja, PK III dan Pembina KOPMA juga belum mendapat laporan keuangan. Padahal sudah menjadi kesepakatan, jika setelah audiensi pertama, tanggal 30 Oktober kemarin, KOPMA wajib mengeluarkan laporan keuangan. (tell)

Selasa, 06 November 2007

Demo KOPMA Ricuh

RICUH – sekelompok mahasiswa yang menamakan dirinya GPM (Gerakan Peduli Mahasiswa), mendatangi gerai Koperasi Mahasiswa (KOPMA) STAIN Jember. Mereka sempat bersitegang dengan sekelompok mahasiswa lain.

“KOPMA itu siapa yang punya, KOPMA itu siapa yang punya, KOPMA itu siapa yang punya. Yang punya kita semua.” Seperti itu yel-yel yang disuarakan GPM di sekitar kampus STAIN Jember.

Sambil membentangkan tulisan-tulisan yang berisi beragam tuntutan. Puluhan mahasiswa yang menamakan dirinya Gerakan Peduli Mahasiswa (GPM), mendatangi gerai KOPMA (Koperasi Mahasiswa) dan kator akademik STAIN Jember, Selasa (6/11) kemarin.

Sayangnya, aksi unjuk aspirasi yang menuntut transparasi dana oleh pihak KOPMA ini, tercemar tindakan anarkis. Beberapa orang mahasiswa terlibat saling dorong dan beberapa yang lain terlihat menendangi pintu gerai KOPMA.

Pemicu tindakan anarkis ini sederhana. Ada seorang demonstran yang melihat mahasiswa lain membawa senjata tajam. Setelah dikonfirmasi ke pihak SATPAM, mereka membenarkan jika ada yang membawa senjata tajam. “Senjata tajam itu hanya sebuah cutter, itu pun akan digunakan untuk memotong hasil foto copy mahasiswa,” jelas seorang SATPAM saat ditemui di pos kerjanya.

Syukurlah, aksi anarkis itu tidak berlangsung lama dan meluas. Ditangani beberapa SATPAM, emosi demonstran segera bisa diredam.

Tidak puas hanya berorasi di depan gerai KOPMA, para demonstran akhirnya melanjutkan aksinya ke dalam kantor akademik.

Di hadapan beberapa pengurus KOPMA dan Hj. Tiitek Rohana (Pembantu Ketua Bidang Kemahasiswaan, pen), demonstran tetap menyuarakan tuntutan uatam mereka. Yaitu adanya transparasi dana di tubuh KOPMA. “Seluruh mahasiswa dikenai biaya Rp. 20.000,- oleh kampus. Namun untnuk masuk KOPMA ada syarat-syarat yang tidak proporsional,” ujar Taufik, selaku Korlap.

Menhadapi demonstran yang kian memadati lorong utama kantor akademik, Hj. Titiek Rohana tetap tenang. “Jangan menuduh tanpa bukti, setiap tahun laporan secara tertulis itu ada,” jelas bu titik, sapaan akrab Hj. Titiek Rohana, menenangkan massa.

Selang beberapa saat, bu titik meminta 10 orang perwakilan dari GPM dan 10 orang dari KOPMA, untuk diajak rembuk bareng di runag VIP. “Jika berbicara di sini (Kantor Akademik, pen), saya rasa tidak efektif,” tambah bu titik.

Dari pengakuan amar, salah satu anggota KOPMA di dalam ruang VIP, terungkap jika setiap tahunnya KOPMA STAIN Jember mandapat kucuran dana dari kampus sebesar 6 juta rupiah. “Untuk saat ini, pengeluaran KOPMA lebih besar dari pada pendapatan yang diperoleh. Kami bersedia membuat laporan tertulis dalam waktu 1 x 24 jam,” tambah Amar.

Selaku pembina KOPMA STAIN Jember, Chotib, memaparkan jika dana sebesar itu (6 juta, pen), sudah bisa menanggung segala kebutuhan di tubuh KOPMA sendiri. Ia juga mengatakan jika kinerja KOPMA sudah baik. Hanya saja perlu pembenahan di aspek menejemen dan keorganisasian.

Ironisnya lagi, sebagai seorang pembimbing, ia tidak pernah sekali pun menerima berkas laporan dari KOPMA. “Saya bingung harus mulai dari mana, karena saya tidak tahu jeroannya,” tambah Chotib.

Jumat, 02 November 2007

Tahu Gratis Selama Konferwil



Kepulan asap putih keluar dari sela-sela gorengan tahu, yang sudah mulai menguning.

MATAHARI mulai tergelincir ke arah barat. Riuh rendah peserta konferwil kian kentara. Hilir mudik orang-orang membuat suasana tambah meriah.

Beberapa meter setelah memasuki gerbang utama, seluruh undangan dimanjakan dengan gorengan tahu yang masih hangat. Semuanya gratis, tidak dipungut biaya sepeser pun.

"Yang pingin tahu tidak usah bayar," tutur pak Syaifudin (47) kepada setiap orang yang menyinggahi gerainya. KONFERWIL NU JATIM yang digelar di PONPES Zainul Hasan, Genggong, Probolinggo ini, membawa berkah bagi pak Udin, sapaan akrabnya.

Penuh berkah soalnya ia beserta istrinya, bu Sofiatun (45) diberi kepercayaan oleh Bupati Probolinggo, untuk menyambut dan melayani seluruh pengunjung yang datang di Konferwil kali ini.

Pengalaman kesehariannya sebagai penjual tahu, bapak 3 anak ini terlihat sigap mengangkat tahu-tahu dari penggorengan yang kelihtannya lebih besars dari pada penggorengan biasanya. Dibantu bu Tun, sapaan akrab istrinya, pak Udin berupaya memberikan pelayanan yang maksimal.

Pak udin di tuntut pak BUpati untuk menyediakan tahu selama tiga hari penuh. "Saya tidak kecewa meskipun harus meninggalkan pekerjaan saya sebagai pedagang tahu, toh saya tetap menggoreng tahu." tukas pria asal Kraksan ini penuh canda.


Akhirnya, tidak membutuhkan waktu lama menghabiskan ribuan tahu yang telah disiapkan. Tepat pukul 23.00, semua tahu telah ludes diserbu pengunjung yang memadati pelataran PONPES Zainul Hasan.

Pengalaman di Kota Mangga

SEPULUH menit menyusuri jalan selebar tiga meter dan dipenuhi warna-warni umbul-umbul iklan di sisi kanan dan kirinya, akhirnya aku beserta rombongan dari PCNU Jember tiba di Pondok Zainul Hasan, Genggong, Kecamatan Pajarukan, Kabupaten Probolinggo.

Setelah menyantap sebungkus nasi yang telah disiapkan panitia rombongan, aku segera keluar dari dalam bus. Aku sudah tidak sabar lagi untuk mengetahui semeriah apa gawean terbesar warga NU Jawa Timur ini.

Benar-benar tidak seperti yang saya bayangkan. Acara Konferensi Wilayah NU Jawa Timur yang bertajuk Kembali ke Khittah ini membuat saya tertegun untuk sejenak. Puluhan mobil-mobil mewah berjajar rapi di salah satu sisi jalan.

Agak jauh tempat parkir bus yang saya tumpangi dengan pintu utama menuju tempat utama. Namun, suasana ramai nan meriah tetap aku rasakan.

Meskipun rasa letih masih belum lepas dari tubuhku, langkahku tetap ringan melangkah untuk segera mengetahui semeriah apa di dalam area pusat.

Setelah melakukan pendaftaran untuk mendapatkan kartu izin masuk, aku akhirnya bisa menikmati kemeriahan acara yang dimulai pukul 13.00 ini.

Di bawah tenda putih yang dilengkapi kipas angin, peserta antusias mengikuti KONFERWIL. Di depan terpampang wajah dua tokoh NU tempo dulu. Foto Hasyim Azhari terpampang gagah meskipun hanya terlihat wajahnya saja.

Aku tidak peduli dengan orang-orang yang lalu lalang di depanku. Aku seakan terhipnotis dengan kata-kata yang keluar dari bibir Kyai Hasyim Muzadi. Selama ini aku hanya bisa melihatnya di layer kaca, sekarang aku bisa melihat dengan mata kapalu sendiri. Di hadapanku. hilmi

Pembukaan KONFERWIL Penuh Wejangan



MENJADI sebuah agenda terbesar warga NU Jawa TImur, Konferensi Wilayah (KONFERWIL) NU Jawa Timur menyedot banyak perhatian warga nahdliyin. Acara yang dipusatkan di Pondok Pesantren Zainul Hasan, Genggong, Kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo ini dijadwalkan berlangsung selama tiga hari (2-4/11).

KH. Hasan Mutawakil, selaku pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan, berkesempatan membuka acara KONFERWIL ini. Merangkap sebagai ketua panitia, KH. Hasan Mutawakil mengimbau siapa pun yang terpilih nanti, diharapkan mampu membesarkan eksistensi dan peran NU.

“Saat ini, NU perlu menyumbangkan pemikiran untuk bangsa dan Negara, serta melindungi bangsa dari aliran-aliran sesat, baik lokal maupun internasional.” ujarnya.

Lain dengan KH. Hasan, Ali Maschan lebih menyoroti permasalahan di dalam tubuh NU sendiri, utamanya posisi Islam. “Pada masa para wali dulu, Islam itu berperan menjadi noto ati (Menata Hati). Tetapi sekarang, Islam berubah menjadi noto negoro (Menata Negara).” tukas Ali maschan yang menjabat sebagai Ketua PWNU.

Selain masalah bergesernya fungsi Islam tadi, Kyai Maschan juga meresahkan munculnya konsep Khilafah yang berkembang baru-baru ini. Ia berpendapat jik akonsep Khilafah sudah menjadi tandingan NKRI. “Saat ini yang perlu di-Islamkan itu adalah orangnya, bukan bangsanya.” papar Kyai Maschan.

Terakhir, acara pembukaan KONFERWIL NU JATIM ini ditutup amanat Prof. DR. Hasyim Muzadi, dari PBNU. Beliau menegaskan jika NU Jawa Timur itu besar dan kuat. Tetapi besa pula problem yang ada di dalamnya. “Ini semua terjadi karena factor jumlah tidak diikuti menajemen organisasi. Hingga akhirnya warga NU berjalan sendiri-sendiri.” jelas Hasyim Muzadi.

Dari seluruh orang yang diberi kesempatan berbicara di acara pembukaan KONFERWIL ini, semuanya tidak lupun melontarkan wejangan kepada NU.

Pembaca Kami